Selasa, 15 April 2014

PERSONAL BRANDING (Gagasan Berpolitik dari Sang Psikolog)



Pada Minggu, 6 April 2014 saya berkesempatan menghadiri acara Peluncuran dan Bedah Buku PERSONAL BRANDING karya Ibu Dewi Haroen. Bertempat di Functions Room Lt.2 Gedung Gramedia Matraman Jakarta Pusat mulai pukul 15.00-17.30 WIB. Sosok yang telah lama menggeluti dunia psikologi sebagai pengajar dan trainer ini merangkul tiga nara sumber ternama yakni Prof.DR.M. Din Syamsudin (Ketua MUI), Prof.DR.Hamdi Muluk (Guru besar Psikologi Politik UI) dan Dwiki Darmawan (Musisi dan Caleg). Sedangkan yang bertindak selaku moderator adalah tokoh politik yang juga pengusaha, Bapak Alvin Lie. Sayangnya, Pak Abraham Samad dari KPK berhalangan hadir hingga acara ini dilangsungkan.
Menarik sekali menyimak dialog pada liputan kali ini. Bagaimana tidak? Semua pembicara merupakan para pakar yang sudah lama menggeluti dunianya masing-masing. Sementara Ibu Dewi yang juga dikenal dengan nama Wita Rifol di media online Kompasiana adalah  seorang psikolog dan pendiri Amalia Psychology. Aktif sebagai trainer dan staf pengajar di Trisakti School of Management.
“Dengan latar belakangnya tersebut menjadikan karya Ibu Dewi ini sesungguhnya adalah serba-serbi mengenai hal-hal seputar bidang yang beliau tekuni –Psikologi secara umum dan khususnya adalah hal-hal seputar persepsi, komunikasi, motivasi, kepribadian dan kepemimpinan dalam bentuk serpihan-serpihan yang terkait satu sama lain dengan bingkai soal PERSONAL BRANDING,” demikian Prof. Hamdi Muluk berkomentar.
Sementara Prof. Din Syamsudin menerangkan bahwa terkait dengan personal branding ini sesungguhnya merupakan kebutuhan naluri manusia yang ingin dikenal. Bisa menimbulkan dampak positif dan juga negatif terhadap proses pembentukan visi dan misi hidup seseorang. Selama naluri itu dilakukan dengan menggali potensi diri sehingga menciptakan pribadi yang berkarakter, maka personal branding seseorang dapatlah dikatakan baik. Tetapi bila sudah dilakukan dengan cara-cara yang tidak sehat seperti memanipulasi diri, maka yang terjadi adalah sebaliknya.
Senada dengan pembicara sebelumnya, Dwiki Darmawan pun berpendapat bahwa butuh waktu yang lama bagi seseorang untuk membranding dirinya. Sebagai music director Dwiki mengakui telah membranding dirinya sebagai musisi yang concern di aliran etnis. Dan itu tidak instan.
Jadi, Personal Branding seseorang dapat dikatakan sukses bila sudah tercipta persepsi yang baik di mata khalayak umum karena satu keunggulan yang telah dimilikinya. Bukan hasil rekayasa atau atas bantuan orang lain sehingga menjadi terkesan dimanipulasi. Hal ini dapat kita lihat dengan sangat jelas di pentas perpolitikan Indonesia. Pertanyaan para peserta forum dalam diskusi ini pun tak lepas dari pembahasan mengenai figur-figur para calon pemimpin dan wakil rakyat yang sedang bertarung meraih perhatian massa demi tercapainya target politik masing-masing kandidat.
Mulai pertanyaan tentang aksi politik Jokowi yang terkesan pencitraan semata, sehingga menimbulkan kecemasan akan terulangnya kepemimpinan hasil manipulasi sekelompok orang yang ingin berkuasa. Hingga pernyataan bahwasanya PERSONAL BRANDING tak lain hanyalah momok yang meresahkan bahkan menakutkan bagi rakyat sehingga rakyat cenderung untuk golput daripada salah memilih. 
Dan Ibu Dewi pun menjawab semua pertanyaan dan pernyataan forum itu dengan senyum tenang, “Semua itu terjawab di buku saya. Pokoknya, beli aja deh!”
Sungguh jawaban yang super. Jujur! saya dan teman-teman Blogger sore itu menyaksikan dengan jelas betapa Ibu Dewi Haroen telah tampil dengan PERSONAL BRANDING dirinya yang tidak meragukan. Ternyata selain bukunya, sosoknya juga sangat menginspirasi para hadirin. Keren Buu!
Usai acara berlangsung, saya tak pikir panjang untuk membeli buku karya Ibu Dewi ini. Siapa tau saya bisa nyaleg lima tahun yang akan datang dan menjadi pemenang? Hehee... 

Yah, kalaupun tidak, saya yakin dengan mengaplikasikan isi buku ini dalam kehidupan sehari-hari, semua orang dapat menjadi pemenang atas dirinya sendiri. Sebagaimana yang ditulis Ibu Dewi di halaman 283 tentang karakteristik pemenang sejati.






Karakter tersebut sangat pas diterapkan saat seorang caleg, capres, atau pun partai, menang dalam pertarungan politik. Karena bila keberhasilan dan kemenangan tidak disikapi sebagaimana mestinya, maka pada gilirannya nanti akan tiba kekalahan hingga berbuntut keterpurukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar